PELAYANAN YANG SEJATI

Yohanes 13:12-15

Tidak ada seorangpun dari antara murid Yesus yang mau membasuh kaki, masalahnya adalah bahwa orang yang membasuh kaki orang lain adalah orang yang paling rendah. Sampai akhirnya Yesus harus memberi teladan tentang pelayanan sejati dan kerendahan hati (Yohanes 13:12-15). Dengan demikian Ia memberi definisi baru tentang kebesaran sejati (Lukas 22:24-26). Otoritas yang dibicarakan Yesus disini adalah otoritas fungsi, bukan otoritas status: otoritas yang tidak terdapat dalam kedudukan atau gelar melainkan dalam selembar handuk! Pelayanan mewujudkan sifat kerendahan hati di dalam kehidupan kita, sifat yang sangat penting dimiliki oleh seorang Kristen (Yakobus 4:6). Yesus menunjukkan bagaimana seharusnya kita melayani dan apa itu pelayanan yang sejati. Kita kadang terjebak melakukan pelayanan yang semu padahal Yesus ingin kita melakukan pelayanan yang sejati. Ada beberapa perbedaan antara pelayanan semu dan sejati :

1. Pelayanan semu terpengaruh oleh “suatu yang hebat“. Ia suka melayani bila pelayanan itu besar dan hebat. Pelayanan sejati tidak membedakan mana pelayanan yang kecil dan besar. Ia menyambut setiap kesempatan untuk melayani. Yesus melakukan pelayanan event-event besar yang dipenuhi banyak orang (bahkan ada yang 4000 orang dan ada yang 5000 orang, itu pun baru laki-laki), (Mat 14:13-21; 15:29-39). Namun juga Yesus melakukan pelayanan kecil tapi sangat mengubahkan orang. Ia rela jalan jauh-jauh bertemu dengan perempuan Samaria, Bartimeus yang lumpuh, Zakheus si pemungut cukai, seorang gila dari Gerasa, dan lain-lain. Layanilah Tuhan tanpa melihat apakah itu event besar atau event kecil.

2. Pelayanan semu biasanya bersifat sementara. Kalau ada proyek/tugas khusus yang harus dikerjakan, ia melayani. Seusai melayani maka ia beristirahat dengan senang. Sedangkan pelayanan sejati merupakan suatu gaya hidup. Pelayanan ini dilakukan karena pola hidup yang sudah mendarah daging. Timbulnya secara spontan untuk memenuhi keperluan sesama manusia. Jadi pelayanan sejati bukanlah sesuatu yang kita buat atau tampilkan, melainkan itulah gaya hidup kita.

3. Pelayanan semu menuntut pahala lahiriah. Ia perlu mengetahui apakah orang-orang melihat dan menghargai usahanya. Ia mencari tepuk tangan manusia. Ia menunggu untuk melihat apakah orang yang dilayani itu akan membalas dengan melayani dia. Jika semua pelayanan kita dilakukan di depan orang lain maka kita ini menjadi orang yang dangkal. Pelayanan sejati merasa puas dan tetap melakukan meskipun tidak diperhatikan oleh orang. Ia merasa puas bila Allah disenangkan. Kesukaannya hanya untuk melayani (Lukas 17:10). Ia melakukan untuk Tuhan dan tahu bahwa ada upah yang telah disediakan oleh Tuhan karena itu ia tidak kehilangan focus dalam pelayanannya (Kol 3:23-24).

4. Pelayanan semu menentukan dan memilih siapa yang akan dilayani. Kadang-kadang orang kaya dan berkuasa dilayani sebab itu pasti mendatangkan keuntungan. Kadang-kadang orang yang miskin dilayani untuk menjaga citra kerendahan hati. Pelayanan sejati melayani siapa saja dan tidak pandang bulu (Yakobus 2:1-9).

5. Pelayanan semu dipengaruhi oleh suasana hati. Ia hanya bisa melayani bila ada “perasaan mood“ untuk melayani (“digerakkan oleh Roh“, katanya, padahal “angin-anginan“/tidak stabil). Kesehatan yang terganggu, adanya masalah pribadi dan tidur yang kurang akan menghambat keinginannya untuk melayani. Pelayanan yang sejati melayani dengan rendah hati dan peka terhadap kebutuhan. Ia tahu bahwa “perasaan untuk melayani“ sering bisa menghambat yang sejati. Ia tidak dikendalikan perasaan tapi oleh panggilan hidup dan sudah menjadi gaya hidupnya. Pelayanan sejati rela memaksa diri untuk melayani dengan sungguh-sungguh. Ia menaklukkan dirinya supaya taat kepada Allah dan rela menyangkal diri serta kedagingannya (I Korintus 9:27, II Timotius 4:2).

6. Pelayanan semu menimbulkan keretakan dalam gereja (meruntuhkan gereja) karena berpusat pada diri sendiri. Oleh sebab pelayanan ini, orang lain berhutang kepada kita dan pelayanan ini menjadi salah satu bentuk manipulasi yang paling licik dan merusak. Akibatnya ialah perpecahan dalam gereja. Pelayanan sejati berpusat pada kasih Tuhan yang mempersatukan dan membangun tubuh Kristus. Pelayanan dengan tenang dan sederhana memperhatikan kebutuhan orang lain. Tidak seorangpun diwajibkan untuk membalas pelayanannya itu. Pelayanan ini menarik, menyembuhkan dan membangun. Hasilnya adalah kesatuan gereja dan masyarakat.

Akhirnya, sesuatu yang semu tidak dikenan Allah dan itu berarti jika kita melakukannya kita berdosa kepada Tuhan tapi melakukan pelayanan yang sejati mendatangkan kemuliaan bagi Tuhan. Lakukanlah pelayanan yang sejati dalam hidup kita!

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.